Penerjunan bantuan makanan dan obat-obatan buat warga Gaza, Palestina, dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) butuh persiapan panjang dan disiplin ketat lantaran masuk zona konflik. Simak kisahnya dari komandan misi tersebut.
Mission Commander Kolonel Pnb Noto Casnoto mengatakan rombongan Satgas Bantuan Kemanusiaan untuk Palestina mulanya berangkat dari Jakarta, Indonesia menggunakan pesawat C-130 pada 29 Maret 2024.
Mereka melewati Banda Aceh, lalu bermalam di Yangon, Myanmar. Hari berikutnya, Satgas melanjutkan perjalanan ke New Delhi, India dan bermalam Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Setelahnya, mereka pun pergi ke Yordania.
Sesampainya di Yordania, Satgas berkoordinasi dengan kedutaan setempat. Noto bercerita, kala itu, mereka diterima langsung oleh Duta Besar RI untuk Yordania.
“Setelah itu, keesokan harinya kami sudah diundang untuk melaksanakan briefing. Jadi kami ada rapat dengan Royal Jordan Airforce di markas besarnya. Kami koordinasi di sana. Setelah itu hari kelima kami juga diundang untuk koordinasi teknis langsung,” ujar Noto saat ditemui di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (11/4).
Noto menjelaskan Satgas yang berangkat dari Indonesia ini terbentuk dari beberapa profesional. Satgas terdiri atas 15 aircrew, perwakilan Kementerian Pertahanan, perwakilan Mabes TNI, 4 personil tim riger, 2 personil penerangan, dan 2 personil pengamanan pesawat.
Satgas Bantuan Kemanusiaan untuk Palestina ini beroperasi selama 14 hari.
Bergabung dengan negara lain
Noto bercerita, tantangan operasi kali ini cukup besar. Sebab, konsep operasinya adalah joint ops atau bergabung dengan negara lain.
“Artinya, kita bergabung dengan negara-negara lain. Sehingga joint operasi itu kita harus memadukan keberagaman dengan negara-negara lain, artinya menyinkronkan prosedurnya, sehingga terbentuk keterpaduan pola operasi,” tutur Noto.
Ia mengatakan TNI menyampaikan bantuan logistik hingga ke Jalur Gaza.
Noto menuturkan prosedur penerjunan bantuan masing-masing negara itu telah ditentukan masing-masing area penerjunan atau droping-nya.
“Jadi untuk pola operasi ini tentunya sudah hasil koordinasi dengan semua pihak ya. Dan kami dalam operasi ini di bawah under supervisi dari pemerintah Yordania.”
“Jadi semua negara yang terlibat itu di bawah kendali dari pemerintah Jordan. Jadi dari mulai akses masuknya, pola operasinya, itu semuanya kita di bawah kendalinya mereka,” jelas Noto.
Terdapat 15 pesawat dari total 9 negara yang ikut dalam misi ini. Negara tersebut ialah Yordania, Mesir, Indonesia, Uni Emirat Arab, Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, dan Amerika.
“Jalur itu sudah dibuat oleh planner, dalam hal ini pemerintah Jordan ya. Jadi kami hanya mengikuti saja. Makanya kemarin itu yang di paling depan itu pesawat Jordan, jadi kita ada di nomor tiga kemarin,” kata Noto.
Menurut dia, pihaknya sempat di-briefing untuk jarak antar pesawat serta urutan masing-masing pesawat.
“Jadi dari poin ke poin itu kita harus benar-benar disiplin, strict, menjaga jarak antar pesawat itu lima menit, tidak boleh terlalu dekat atau jauh,” kata dia.
Begitupun saat masuk droping area, Noto mengatakan pihaknya mesti betul-betul memastikan sudah mendapatkan clearance atau izin untuk masuk ke area tersebut.
Jamming sinyal di halaman berikutnya…